Oleh: Wiwin
Sholikhah *)
LATAR BELAKANG PANCASILA SEBAGAI
IDEOLOGI
Pandangan hidup bangsa pada
dasarnya berpangkal pada kodrat manusia, hanya karena pendapat masing-masng
bangsa tentang kodrat manusia itu berbeda, maka menimbulkan pandangan hidup
yang berbeda pula. Pandangan hidup bagi bangsa indonesia adalah Pancasila yang
merupakan jiwa bangsa Indonesia yang kemudian diwujudkan dalam bentuk
tingkah laku dan amal perbuatan memjadi kebribadian bangsa. Kepribadian bangsa
yang kuat akhirnya menjelma menjadi pandangan hidup, dan pandangan hidup
inilah yang oleh bangsa Indonesia dinyatakan sebagai filsafat hidup
bangsa Indonesia dan sekaligus sebagai ideologi negara indonesia.
Pancasila sebagai ideologi
menyerupai norma agendi, yaitu norma atau pedoman untuk bertindak atau berbuat.
Sesuai dengan dalil bahwa segala seuatu harus bertindak menurut kodrat
masing-masing (No bless oblige!), maka manusia pun harus bertindak
menurut kodrat rasionalnya karena manusia adalah makluk jasmani-rohani yang
berakal budi. (Sri Hudiarini, 2011: 113)
HAKIKAT IDEOLOGI
Ideologi ditinjau dari segi
etimologi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu idea
dan logia. Idea yang berarti melihat dan logia yang
berarti berbicara atau teori. Jadi ideologi mempunyai arti sebagai
gagasan umum atau merupakan konsep sebagai hasil dari pemikiran.
Suatu ideologi harus memiliki beberapa unsur yaitu:
- Memiliki suatu gagasan dasar yang tegas bahkan seringkali diyakini sekalipun belum dibuktikan secara empiris.
- Adanya sekelompok manusia sebagai pendukung ideologi tersebut.
- Adanya sekelompok manusia yang mendukung direalisasikannya gagasan-gagasan dasar atau nilai-nilai yang dirangkum ideologi tersebut sehingga tercapai suatu tujuan atau cita-cita.
Adapun ideologi negara dalam arti cita-cita negara atau cita-cita yang
menjadi basis bagi suatu teori atau sistem kenegaraan untuk seluruh rakyat dan
bangsa yang bersangkutan pada hakekatnya merupakan asas kerohanian yang
memiliki beberapa ciri yaitu:
- Mempunyai derajat yang tertinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan kenegaraan.
- Oleh karena itu mewujudkan suatu asas kerohanian, pandangan hidup, pedoman hidup yang dipelihara dan dikembangkan serta dilestarikan kepada generasi berikutnya dengan kesediaan untuk berkorban (Prof. Notonegoro).
HUBUNGAN ANTARA FILSAFAT DAN IDEOLOGI
Secara etimologi filsafat berasal
dari kata Yunani philosophia, dari philein yang berari mencintai atau
philia yang berarti cinta, dan sophia yang berarti kearifan atau kebenaran. Melahirkan kata Inggris “philosophy” yang diartikan dengan “cinta kearifan”.
Asal mulanya filsafat merupakan kata yang sangat umum untuk menyebut usaha
mencari keutamaan mental, dalam (Encyclopaedia Britannica, dalam The Liang Ge,
1979,6).
Secara konsepsional pengertian
filsafat adalah definisi filsafat sebagaimana dikemukakan oleh para filsuf,
salah satunya yaitu Plato. Konsepsi Plato berkaitan dengan metode diletiknya.
Secara etimologis “dialetika” berarti seni berdiskusi. Filsafat harus
berlangsung dengan mengkritik pendapat-pendapat yang berlaku, jadi kearifan
atau pengertian intelektual diperoleh melalui suatu proses pemeriksaan secara kritis,
diskusi dan penjelasn gagasan-gagasan.
Hubungan filsafat dengan ideologi
adalah filsafat sebagai hasil berpikir dapat dipakai acuan, orientasi, atau
dasar dalam kehidupan pribadi ataupun kelompok karena ia meyakini kebenaaran
yang terkandung di dalam pemikiran filsafat tersebut. Filsafat yang demikian
ini secara umum diartikan sebagai ideologi. Istilah ideologi pertama kali
diperkenalkan oleh A. Destult de Tracy untuk menyebutkan suatu cabang filsafat,
yaitu science des idees, sebagai ilmu yang mendasari ilmu- ilmu lain,
misalnya pedagogi, etika, dan politik. Pengertian ideologi pada awalnya berarti
ilmu tentang terjadinya cita-cita, gagasan atau buah pikiran. (Rukiyati, 2008:
78)
FUNGSI DAN MAKNA IDEOLOGI BAGI SUATU NEGARA
Ideologi sebagai hasil pemikiranyang akan mempengaruhi sikap dan tingkah
laku masyarakat mempunyai fungsi sebagai berikut:
- Alat untuk dipakai masyarakat dalam mengenal dan mengukur diri sendiri.
- Pemberi harapan pada masyarakat untuk mengatasi dan menyelesaikan problem sosialnya, dengan demikian gagasan atau ideologi itu diaktualisasikan oleh pendukungnya.
- Ideologi berfungsi mempengaruhi, ideologi diharapkan dapat mempengaruhi dan menyesuaikan perilaku pendukungnya dengan gagasan-gagasan yang ada dalam ideologi tersebut.
Ideologi pada akhirnya mampu mempengaruhi pola berfikir, bersikap dan
berperilaku masyarakat dalam mencapai tujuan hidup yang dicita-citakan akan
memegang peranan penting dalam memberikan arah dan gerakan pertumbuhan,
perkembangan, dan pembangunan masyarakat suatu bangsa. Dari segi politik, Hazar
dan Steffenson dalam bukunya Politikal Science mengupas peranan ideologi
politik sebagai berikut:
“ideologi politik adalah suatu perumusan keyakinan atau program yang
dimiliki noleh suatu negara, suatu partai politik atau perkumpulan politik yang
mempunyai maksud untuk mencapai tujuan politik yang khusus. Disamping itu
ideologi politik menafsirkan atau menganalisa kejadian sosial ekonomi dan
lembaga dalam rangka mencapai tujuan yang dikehendaki ”.
PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA
Pancasila sebagai suatu sistem
filsafat praktis bagi bangsa Indonesia diyakini sebagai ideologi terbuka, bukan
ideologi statik atau ideologi tertutup seperti komunis. Ideologi terbuka yang
dimaksud adalah kesatuan prinsip pengarahan yang berkembang terbuka terhadap
penafsiran baru untuk melihat perspektif ke masa depan dan aktual antisipatif
dalam menghadapi perkembangan dengan memberikan arah dan tujuan yang ingin
dicapai dalam melangsungkan hidup dan kehidupan nasional. (Nur MS Bakry, 2012:
181)
Pancasila disebut sebagai
ideologi terbuka karena konsepnya tidak dirumuskan sekali untuk selamanya,
namun dapat diubah sesuai dengan zamannya dan keduanya dapat dibedakan atas
dasar landasan dalam keterbukaannya. Ideologi Pancasila sebagai dasar pengembangan
keterbukaannya adalah hakikat kodrat manusia monopluralis, sehingga unsur moral
menjadi landasan kebijaksanaan untuk mengatasi permasalahan yang ada.
Ideologi Pancasila sebagai suatu
ideologi yang mendasarkan pada nilai- nilai Pancasila baik itu nilai Ketuhanan,
Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan. Menurut Alfian, Pancasila
memiliki kualitas yang tinggi sebagai suatu ideologi karena mengandung 3
dimensi yang diperlukan untuk itu, yaitu:
- Dimensi Idealistik, yaitu nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila yang bersifat sistematik dan rasional yaitu yaitu hakikat nilai yang terkandang dalam kelima sila Pancasila.
- Dimensi Realistik, yaitu suatu ideologi harus mampu mencerminkan realitas yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.
- Dimensi Fleksibilitas, yaitu ideology tersebut memiliki keluwesan yang memungkinkan dan dapat merangsang pengembangan pemikiran yang baru yang sesuai terhadap dirinya, tanpa menghilangkan hakekat atau jati dirinya yang terkandung dalam nilai-nilai dasarnya.
Berdasarkan pengertian tentang ideologi terbuka tersebut, nilai-nilai yang
terkandung dalam ideologi Pancasila adalah sebagai berikut:
- Nilai Dasar, yaitu hakekat kelima sila Pancasila. Nilai dasar ini merupakan esensi sila-sila Pancasila yang bersifat universal, sehingga di dalamnya terkandung cita-cita, tujuan serta nilai yang baik dan benar. Nilai dasar ideologi tersebut terdapat dalam Pembukaan UUD 1945, sehingga sifat pembukaan itu sendiri sebagai Pokok Kaidah Negara yang fundamental.
- Nilai Instrumental, yang merupakan arahan, kebijakan, strategi serta lembaga pelaksanaannya atau bisa juga sebagai penjabaran lebih lanjut dari nilai-nilai dasar ideologi Pancasila. Misalnya GBHN, UU, dan departemen-departemen sebagai lembaga pelaksana.
- Nilai Praksis, yaitu berupa realisasi nilai-nilai instrumental dalam pengalaman yang bersifat nyata dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dalam realisasinya nilai-nilai ini selalu berkembang dan dapat dilakukan perubahan serta perbaikan sesuai dengan perkembangan zaman maupun ilmu pengetahuan dan aspirasi dalam masyarakat.
PERBANDINGAN ANTARA IDEOLOGI LIBERALISME, KOMUNISME DAN PANCASILA
1.
1.
Liberalisme
John lock (1632-1704) adalah orang pertama yang meletakkan dasar-dasar
ideologi liberal. Liberalisme muncul sebagai reaksi terhadap filsafast Filmer
yang mengatakan bahwa setiap kekuasaan bersifat monarki mutlak dan tidak ada
orang yang lahir bebes (Magnis Suseno, 1994).
Ciri-ciri dari liberalisme yaitu:
- Memiliki kecenderungan untuk mendukung perubahan
- Mempunyai kepercayaan terhadap nalar manusiawi
- Bersedia menggunakan pemerintah untuk meningkatkan kondisi manusia
- Mendukung kebebasan individu
- Bersikap ambivalen terhadap sifat manusia.
(Lyman Tower Sargent, 1986: 96)
Liberalisme juga mempunyai
kelemahan, yaitu liberalisme buta terhadap kenyataan bahwa tidak semua orang
kuat kedudukanya dan tidak semua orang sama cita-citanya. Kebebasan setiap
orang yang hampir tanpa batas itu dengan sendiriya dipergunakan oleh individu-idividu
dan kelompok-kelompok yang kuat untuk semakin memperluas kegiatan dan
pengaruhnya, sedangkan kemungkinan ini bagi pihak yang lebih lemah semakin
kecil.
Berbeda dari pandangan
liberalisme ideologi Pancasila yang secara khusus norma-normanya terdapat di
dalam UUD 1945, maka dapat dikatakan bahwa hal-hal yang terdapat di dalam
liberalisme terdapat di dalam pasal-pasal UUD 1945 tetapi Pancasila menolaknya
sebagai ideologi. Kaitanya dengan HAM, Liberalisme menekankan bahwa mutlak
adanya sebagai pemberian Tuhan dan tidak dapat dirampas oleh siapapun termasuk
negara, sesuai dengan sifatnya yaitu determinisme dan absolutisasi.
Berbeda dengan itu, Ideologi
Pancasila sesuai UUD 1945 tidak hanya menekankan HAM, tetapi juga kewajiban
warga negara untuk menjunjung hukum dan pemerintahan, serta ikut dalam upaya
pembelaan negara. Negara berkewajiban untuk mengusahakan kesejahteraan sosial
bagi warga negaranya sesuai pasal 27, 31, 34 UUD 1945. Berkaitan dengan UUD
pula, UUD juga menolak sistem ekonomi liberal yang berdasarkan persaingan bebas
dan penyakralan hak milik pribadi. Hak milik pribadi tidak dihilangkan tetapi
ditempatkan secara proporsional. Hak milik pribadi dipergunakan sepanjang tidak
bertentangan dengan kesejahteraan sosial. Pasal 33 UUD 1945 menyuratkan dan
menyiratkan hal ini. (Rukiyati, 2008: 81)
1.
2.
Komunisme
Tiga ciri negara komunis yaitu 1) berdasarkan ideologi Marxisme-Leninisme,
artinya bersifat materialis, ateis dan kolektivistik; 2) merupakan sistem
kekuasaan satu partai atas seluruh masyarakat; 3) ekonomi komunis bersifat
etatisme (Magnis Suseno, 1988: 30). Seperti halnya dengan liberalisme,
kominisme bersifat absolutisasi dan determinismen karena memberi perhatian yang
sangat besar kepada kolektivitas atau masyarakat. Kebebasan individu dan hak
milik pribadi tidak diberi tempat dalam negara komunis.
Dibandingkan dari ketiga ciri
komunisme di atas dengan paham negara RI yaitu Pancasila, maka dapat
disimpulkan bahwa Pancasila sebagai ideologi memberikan kedudukan yang seimbang
kepada manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Pancasila bertitik
tolak dari pandangan bahwa manusia secara kodrati bersifat monopluralis, yaitu
manusia yang satu tetapi dapat dilihat dari berbagai dimensi dalam
aktualisasinya. Manusia secara kodrati terdiri dari susunan kodrat, sifat
kodrat dan kedudukan kodrat yang harus diwujudkan secara seimbang.
Sebagai penjabaran secara yuridis
formal dari ideologi Pancasila, UUD 1945 menunjukkan adanya ide keseimbangan.
Undang-undang Dasar 1945 tidak bersifat absolut dalam memandang manusia dan
kehidupan bernegara, maka baik ciri komunisme yang bersifat totaliter tidak
terdapat di dalamnya. Demikian pula kelemahan liberalisme yang cenderung
menutup mata akan adanya dampak dari individualisme dan persaingan dicoba untuk
diantisipasi dengan adanya pasal-pasal yang menjamin akan kebebasan sekaligus
perlindungan terhadap hak-hak yang menyangkut hajat hidup warga negara secara
umum.
WACANA AKHIR
Ideologi ditinjau dari segi
etimologi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu idea
dan logia. Idea mempunyai arti melihat dan logia mempunyai arti
berbicara atau teori, jadi ideologi mempunyai arti sebagai gagasan umum atau
merupakan konsep sebagaoi hasil dari pemikiran.
Ideologi mampu mempengaruhi pola
berpikir, bersikap dan berperilaku masyarakat dalam mencapai tujuan hidup yang
dicita-citakan. Ideologi juga akan memegang peranan penting dalam memberikan
arah dan gerak pertumbuhan, perkembangan dan pembangunan masyarakat suatu
bangsa.
Ideologi Pancasila adalah suatu
ideologi yang mendasarkan pada nilai-nilai Pancasila baik itu nilai Kehutanan,
Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan. Pancasila sebagai ideologi
negara bersifat terbuka yaitu konsepnya tidak dirumuskan sekali untuk
selamanya, namun dapat diubah sesuai dengan zamannya dan keduanya dapat
dibedakan atas dasar landasan dalam keterbukaannya.
DAFTAR PUSTAKA
Bakry, Nur MS. 2010. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Hudiarini Sri, dkk. 2011. Pendidikan Pancasila. Malang: Aditya Media
Publishing.
Purwastuti, L. Andriani, dkk. 2002. Pendidikan Pancasila.
Yogyakarta: UNY Press.
Rukiyati, dkk. 2008. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: UNY Press.
Suseno, Magnis. 1998. Etika Politika. Jakarta: Gramedia.
0 komentar:
Posting Komentar